GAGAL GINJAL KRONIK

A. PENDAHULUAN

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia.

Tabel 1. Penyebab Utama Penyakit Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia th. 2000
No
Penyebab
Insiden
1. Glomerulonefritis 46,39%
2. Diabetes Melitus 18,65%
3. Obstruksi dan Infeksi 12,85%
4. Hipertensi 8,46%
5. Sebab lain 13,65%
(Sumber : IPD Jilid I hal. 571)


B. PENGERTIAN

a. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat peresisten
dan irreversibel (Mansjoer dkk, 2001 : 531)
b. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai penyakit menyerang nefron ginjal (Price &
Wilson, 2006 : 912)
c. Gagal ginjal kronik (ESRD) merupakan ganggaun fungsi renal progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Bruner & Sudarth, 2002 : 1448)


C. ETIOLOGI

Glomerulonefritis
Nefropati analgetik
Nefropati refluk
Ginjal polisiklik
Nefropati diabetikum
Gout
(Mansjoer, dkk, 2001 : 531)


D. PATOFISIOLOGI

ð Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin akn
meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan meningkat.
ð Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal)
ð Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif dan hipertensi.
ð Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
ð Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar
kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak
berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun
menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
ð Penyakit tulang uremik(osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)

E. PERJALANAN KLINIS GGK

a. Stadium 1 (Penurunan cadangan ginjal)
Selama stadium ini kreatinin serum dan BUN serum normal, dan pasien asimtomatik.
Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberikan beban kerja berat pada
ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama dengan mengadakan tes GFR yang
teliti.
b. Stadium 2 (Insufisiensi ginjal)
Hal ini terjadi apabila lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Pada tahapan ini,
BUN dan kreatinin akan meningat dengan perlahan.
c. Stadium 3 (ESRD)
Terjadi apabila 90% dari masa nefrn telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron yang
masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari normal, dan terjadi peningkatan nilai BUN dan
kreatinin dengan tajam.


F. SUDUT PANDANG PENYAKIT GGK
a. Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang
berbeda-beda, dan bagian-bagian yang spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi
tertentu dapat saja benar-benar rusak dan terjadi perubahan struktur.
b. Hepotesis Bricker
Mengatakan bahwa bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur namun
sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal dengan kompensasi menjadi hipertropi
(Price & Wilson, 2006 : 912-914)


G. MANIFESTASI KLINIK
Karena pada gagal ginjal kronik setiap tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien
akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantunga
pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia klien.

Manifestasi umum yang dapat dijumpai adalah:
a. Manifestasi Kardiovaskuler
Pada gagal ginjal kronik mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi renin-angiotensin-aldosteron), edema pulmoner (akibat cairan berlebih dan masuk ke ruang ketiga), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardium dan toksin uremia)

b. Manifestasi Dermatologi
Sering mencakup rasa gatal (pruritus, akibat uremia yang tertimbun di jaringan kulit), oedema ekstremitas (akibat hemokonsentrasi dan cairan berpindah dari ICF ke interstisiel)

c. Manifestasi Neuromuskuler
Terjadi mencakup menurunnya kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang (akibat uremia yang sudah bersifat toksik yang menyebar sampai ke otak)

d. Manifestasi GI trackt
Sering terjadi mencakup anoreksia, mual dan muntah.
(Bruner & Sudarth, 2002 : 1449)


H. KOMPLIKASI
Komplikasi potensial pada klien dengan gagal ginjal kronik memerlukan pendekatan
kolaboratif dalam perawatannya. Komplikasinya adalah adalah:
a. Hiperkalsemia
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme protein, dan masukan diet berlebih
b. Perikarditis, efusi preular, dan temponade jantung akibat retensi produk sampah uremia dan dialisis yang tidak adekuat
c. Hipertensi
d. Anemia
e. Penyakit tulang
(Bruner & Sudarth, 2002 : 1448)


I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Urine
Volume : Biasanya <> 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
Protein : Proteinuria
Darah
BUN/Kreatinin : Meningkat tajam (BUN = 10-20 mg/L) dan (Kreatinin
= 15-25 mg/L
Hematokrit : Menurun dari normal LK = 40-52% dan PR = 38-48%
Hemoglobin : Menurun dari normal LK = 13,5-18 g/dl dan PR = 12
16 g/dl

Kalium : Meningkat dari normal 25-100 mEq/hari
Mg/Phospat : Meningkat dari normal
Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg
Pielogram Retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal an ureter
US Ginjal : Menunjukkan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi saluran
kemih atas dll
Biopsi Ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologik
Nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan kelainan pelvis ginjal
EKG
Abnormal karena menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit asam basa
(Doenges, Moorinhouse, & Geissler, 2006 : 628-629)


J. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
Pentalaksanaan gagal ginjal adalah:
a.Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Dapat dilakukan pengukuran ginjal yang fungsinya mulai menurun hingga tingkat keparahan dengan menggunakan USG, biopsi, pemeriksaan histopatologi ginjal dengan menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila GFR sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

b.Pencagahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Hal ini digunakan untuk mengetahui keadaan komorbid yang dapat memperburuk keadaan klien. Factor komorbid antara lain gangguan keseimbangan traktus urianarius, obat-obat nefrostatik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

c. Memperlambat patogénesis
Dua cara penting yang dapat digunakan antara lain adalah Pembatasan Asupan Protein, karena akan meningkatkan uremia toksik dalam tubuh karena protein yang sudah dipecah menjadi uremia tidak dapat dikeluarkan tubuh melalui proses fisiologis. Terapi Farmakologis digunakan untuk mengurangi hipertensi intraglomelurus. Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskule, obat anti ACE akan berfungsi untuk menghambat Angiotensin Converting Enzyme.

d. Terapi pengganti gagal ginjal dialisis
Terapi pengganti dinjal dilakukan pada penyakit gagal gnjal kronik stadium 5, yaitu GFR < 15 ml/s/1,73m2). Terapi ini dapat berupa hemodiálisis dan tranplantasi ginjal.
(IPD, 2006 : 571-573)


ASUHAN KEPERAWATAN
GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)

PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istirahat
v Gejala : Kelemahan, malaise, ganguan tidur
v Tanda : Kelemahan tonus otot, penurunan rentang gerak
b. Sirkulasi
v Gejala : Riwayat hipertensi (lama/berat), angina pectoris
v Tanda : DVJ, takikardi, edema perifer, pucat
c. Integritas Ego
v Gejala : Timbulnya faktor stres, perasan tak berdaya, tak ada kekuatan
v Tanda : Menolak, takut, marah, mudah terangsang
d. Eliminasi
v Gejala : Penurunan fekuensi urine, oliguria, anuria (pada tahap lanjut), diare, konstipasi
v Tanda :Perubahan warna urine
e. Makanan/Cairan
v Gejala : Peningkatan BB dengan cepat, anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah
v Tanda : Asites, pembesaran hati (tahap akhir), edema perifer, penampilan tak bertenaga
f. Neurosensori
v Gejala : Sakit kepala, kelemahan otot
v Tanda :Rambut tipis, kuku rapuh, dan tipis
g. Nyeri/Kenyamanan
v Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala
v Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah
h. Pernapasan
v Gejala : Napas pendek, dispnea nokturnal,
v Tanda : Dispnea, pernapasan kussmaul


i. Interaksi Sosial
v Gejala : Kesulitan membentukkan kondisi

(Doenges, Moorinhouse & Geisler, 2006 : 626)

DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan kelebihan cairan b.d pemasukan lebih besar daripada pengeluaran urine, distensi vena, edema jaringan.
v Awasi denyut jantung
v Awai berat jenis urine
v Kaji pemasukan urine dan keluaran urine
v Awasi pemeriksaan laboratorium

2. Risiko penurunan cuah jantung b.d ketidakseimbangan cairan yang memengauhi sirkulasi, gangguan irama dan konduksi jantung, dan akumulasi toksin (urea).
v Auskultasi bunyi paru dan jantung
v Kaji adanya derajat hipertensi
v Selidiki keluhan nyeri dada

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, peningkatan kebutuhan metabolik, dan anoreksia
v Kaji pemasukan diet
v Berikan makanan sedikit tapi sering
v Berikat diet tinggi kalori dan rendah protein

4. Risiko tinggi terhadap cidera b.d penekanan produksi eritropoetin.
v Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan dan kelemahan
v Awasi tingkat kesadaran dan perilaku
v Evaluasi kegiatan tiap hari
v Awasi pemeriksaan laboratorium


5. Perubahan proses fikir b.d akumulasi cairan (toksik), asidosis metabolik, hipoksia
v Kaji luas gangguan kemampuan berfikir
v Berikan infomasi tentang status pasien
v Berikan lingkungan yang tenang
v Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur

6. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolik, gangguan turgor kulit (edema), penurunan aktivitas, akumulasi toksin didalam kulit.
v Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa
v ROM Pasif
v Berikan perawatan kulit
v Selidiki keluhan gatal
v Pertahankan linen kering
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpejan pengetahuan tentang penyakit.
v Kaji ulang proses penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan terjadi
v Kaji ulang pembatasan diet tinggi protein
v Buat program latihan rutin
v Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit

8. Ketidakpatuhan b.d sistem nilai klien, perubahan mental, dan biaya.
v Yakinkan persepsi klien dan orang terdekat tentang proses penyembuhan
v Dengar dengan aktif keluhan klien
v Kaji tingkat kecemasan

(Doenges, Moorinhouse & Geisller, 2006 : 626- 638)




EVALUASI KEPERAWATAN
1. Perubahan kelebihan cairan b.d pemasukan lebih besar daripada pengeluaran urine, distensi vena, edema jaringan.
v Menunjukkan haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil laboratorium mendekati normal, dan edema.
2. Risiko penurunan cuah jantung b.d ketidakseimbangan cairan yang memengauhi sirkulasi, gangguan irama dan konduksi jantung, dan akumulasi toksin (urea).
v Mempertahnkan curah jantung dalam keadaan normal

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, peningkatan kebutuhan metabolik, dan anoreksia
v Meningkatkan/mempertahankan berat badan seperti keadaan normal

4. Risiko tinggi terhadap cidera b.d penekanan produksi eritropoetin.
v Tidak mengalami gejala perdarahan
v Menunjukkan perbaikan nilai laboratorium

5. Perubahan proses fikir b.d akumulasi cairan (toksik), asidosis metabolik, hipoksia
v Meningkatkan tingkat mental bisa
v Mengidentifikasi cara untuk kompensasi gangguan kognitif

6. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolik, gangguan turgor kulit (edema), penurunan aktivitas, akumulasi toksin didalam kulit.
v Mempertahnkan kulit utuh
v Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan


7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpejan pengetahuan tentang penyakit.
v Menyatakan pemahaman kondisi dan proses pengobatan
v Melakukan prosedur pengobatan dengan benar dan rutin
v Berpartisipasi dalam proses pengobatan
v Melakukan perubahan pola hidup


8. Ketidakpatuhan b.d sistem nilai klien, perubahan mental, dan biaya.
v Menyatakan pengetahuan akurat tentang penyakit dan pemahaman program terapi
v Berpartisipasi dalam membuat tujuan dan rencana pengobatan

(Doenges, Moorinhouse & Geisller, 2006 : 626- 638)



















DAFTAR PUSTAKA

Bruner & Sudarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Doenges, Moorinhouse & Geissler. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Mansjoer, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius

Price & Wilson. (2006). Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

Sudoyo, dkk (Ed). (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI

0 komentar:

Posting Komentar